Zero Discrimination Day & International Woman’s Day

Hari tanpa Diskriminasi sedunia diperingati setiap tgl 1 Maret, karena itu pada tanggal 15 Maret 2023 Program Gabungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk HIV dan AIDS (UNAIDS), berkolaborasi dengan Yayasan Akselerasi Warta Resolusi (ReThinkbyAWR) menggandeng MPR/DPR RI, Kementerian Kesehatan dan Kementerian PPN/BAPPENAS, Komunitas Diesel One Solidarity, serta akademisi dari ILUNI UI  menyelenggarakan Diskusi Publik Nasional tentang “Zero Discrimination Day & International Woman’s Day mengenai Penguatan Kerangka Hukum Nasional dalam Perlindungan Kelompok Rentan dari Diskriminasi di Gedung MPR/DPR RI, Senayan dengan Keynote Speech Ketua MPR RI H. Dr. Bambang Soesatyo, SE., M.B.A dan menampilkan narasumber yang hadir diantaranya Wakil Ketua MPR RI H. Asrul Sani, S.H., M.Si, Dr. Lestari Moerdijat dari ILUNI UI yang juga merupakan Wakil Ketua MPR RI, Yukki Nugrahawan selaku Wakil Ketua Koordinator 1 Kadin Indonesia, dr. Maxi Rein Rondonuwu sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Ayu Oktariani selaku National Coordinator Ikatan Perempuan Positif Indonesia dan sebagai moderator Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, Project Manager dan Inisiator Acara, ReThinkbyAWR Strategic Partnership (Akselerasi Warta Resolusi).

Dr. Bambang Soesatyo, SE., M.B.A

Diskriminasi terjadi ketika individu atau kelompok diperlakukan lebih buruk dibandingkan orang lain, karena faktor keanggotaan aktual yang dipersepsikan dalam kelompok sosial. Seperti perlakuan yang tidak adil dapat terjadi kapan saja, dimana saja karena perbedaan ras dan etnis, perbedaan kelas sosial, perbedaaan gender, perbedaan agama, perbedaan pandangan politik dan perbedaan lainnya.

Cara menghindari diskriminasi, kita harus menghormati dan menghargai setiap perbedaan yang ada, dimana negara persatuan merangkul keberadaan masyarakat untuk mempersatuakan seluruh bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan prinsip kewargaan dan kebersamaan seta kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.   

Asrul Sani, S.H., M.Si

Di hari tanpa diskriminasi ini, faktanya bahwa sejumlah catatan dari berbagai organisasi masyarakat sipil menunjukkan bahwa diskriminasi masih sering dialami oleh beragam orang di Indonesia atas dasar identitas atau status yang mereka sandang. Selain itu, dalam beberapa tahun belakangan ini, jumlah peraturan dan kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap kelompok-kelompok rentan juga semakin meningkat, sementara Indonesia belum memiliki kerangka hukum yang memadai untuk melindungi orang dari berbagai bentuk diskriminasi.

Dalam Peraturan & Perundang-undangan Nomor 40 tahun 2008 menyebutkan bahwa setiap manusia berkedudukan sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena dilahirkan dengan martabat, derajat, hak dan kewajiban yang sama. Pada dasarnya, manusia diciptakan dalam kelompok rasa atau etnis yang berbeda-beda yang merupakan hak absolut dan tertinggi  dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, manusia tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai bagian dari ras atau etnis tertentu. Mari kita lawan diskriminasi di Hari Tanpa Diskriminasi ini, Semoga kita semua memiliki Hari Tanpa Diskriminasi yang hebat

Dr. Lestari Moerdijat

Sebagai Penggerak Pemberdayaan Perempuan dan Kepemudaan, Dr. Lestari Moerdijat menyampaikan bahwa Perempuan harus memberikan perspektifnya disegala bidang yang mereka mampu dan turut terlibat, perempuan tidak harus menjadi perempuan yang sempurna, tetapi dapat mengambil peran dan bersuara. Sebagai contoh pada kasus pernikahan dini yang terjadi karena keadaan ekonomi yang memaksa, hal ini harus dicegah.

Peran Pendidikan sangat penting. Pendidikan memberikan wawasan kepada perempuan untuk bisa mengetahui dalam segala hal, contohnya dalam mengasuh dan memperhatikan pertumbuhan anak khususnya pada masa pubertas, sebagai ibu harus memberi bimbingan terhadap pertumbuhan yang dialami seperti perubahan fisik secara hormonal agar anak lebih memahani tentang perubahan dirinya. Karena masa depan anak merupakan penerus bangsa yang sangat fundamental.

Yukki Nugrahawan

Dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Undang-Undang telah mengatur sejumlah hak warga negara Indonesia :

  1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
  2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan serta melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
  3. Hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
  4. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup demi kesejahteraan hidup manusia
  5. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara
  6. Ha katas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di depan hukun
  7. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragam, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku  serta jak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun

dr. Maxi Rein Rondonuwu

Saat ini diskriminasi yang melekat dalam bidang kesehatan dan stigma di masyarakat yaitu HIV AIDS dan Kusta.  Sebagai contoh penyakit Kusta, dari jumlah 528.000 yang baru terdeteksi sebanyak 429.900 sekitar 80%, sedangkan yang masih berobat sebanyak 42% itu artinya penyakit kusta masih banyak yang belum disembuhkan, hingga kini kusta berada pada posisi 3 besar tertinggi di Indonesia.

Menurut dr. Maxi Rein Rononuwu ada 4 program prioritas untuk penderita kusta dan disabilitas yaitu :

  1. Kontrol dan cegah kusta melalui edukasi, pendampingan dan kontrol penularan
  2. Cegah kecacatan yang harus dilakukan sebagai pengobatan dini.
  3. Pemberdayaan para Orang Yang Pernah Mengalami Kusta dengan pelatihan life skill
  4. Mengurangi stigma dan diskriminasi melalui komunitas dan workshop untuk perubahan perilaku bagi tokoh masyarakat yang dianggap berpengaruh sehingga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar tentang kusta kepada masyarakat.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa diskriminasi dan stigma, dimulai dari petugas kesehatan, pasien yang enggan berobat karena malu, padahal kusta bisa disembuhkan asalkan rajin berobat ke puskesmas dengan obat GRATIS.

Ayu Oktariani

Ayu Oktariani seorang perempuan yang hidup dengan HIV selama 14 tahun, beliau memperjuangkan hak perempuan dengan HIV dan Perlindungan Kekerasan Berbasis Gender. Menurut Ayu Oktarini tantangan terbesar adalah ketika berhadapan dengan masyarakat yang begitu banyak ketidaktahuan terhadap peran yang dijalankan selama ini. Saat seseorang terkena HIV AIDS, di Rumah Sakit mendapat pelecehan atau diskriminasi yang seharusnya mendapat perlindungan, itulah yang saya sesalkan, jadi tolong kepada pihak pemerintah untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk tidak mendiskriminasikan orang yang terkena HIV AIDS dan menghentikan stigma terhadap Kusta.

Mari kita buat Indonesia lebih baik tanpa stigma dan diskriminasi, karena hal tersebut dapat menghambat pembangunan ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, di Hari Tanpa Diskriminasi 2023 ini, kita buat “Penguatan Kerangka Hukum Nasional Untuk Perlindungan Kelompok Rentan dari Diskriminasi”

Dalam kegiatan ini, pelaksana kegiatan mengajak semua pihak yang hadir untuk menandatangani Ikrar Kebangsaan untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi di Indonesia.

Penulis : Sumiyati Sapriasih (Ketua IWITA Bekasi)