Foklare Sebagai Narasi Perlawanan Di Tengah Tipu Muslihat Pencitraan

Tepatnya hari jum’at tgl 9 Agustus 2024, mewakili IWITA (Indonesia Women IT Awareness), saya, hadir di acara Bincang Baca di Tebet, karena ada diskusi Foklore Sebagai Narasi Perlawanan di Tengah Tipu Muslihat Pencitraan. Dengan Narasumber Linda Christanty, dengan bantuan moderator.

Pembahasan dari Linda Christanty yang lahir di Pulau Bangka, provinsi Bangka-Belitung. Sejak kecil, Linda sudah akrab di dunia sastra. Awalnya Linda menulis menulis sebagai catatan harian, puisi, dan cerita pendek. Beranjak remaja, ia makin giat menulis. Saat berumur 19 tahun (1989), karya Linda dikonsumsi publik untuk pertama kali-nya. Saat itu ia menjadi pemenang termuda lomba cerita pendek yang diselenggarakan oleh harian umum Kompas melalui karyanya, Daun-Daun Kering. Cerpen Daun kering , kemudian dimuat dalam Riwayat Negeri yang Haru dengan kategori “Cerpen Kompas Terpilih 1981-1990”, yang terbit pada Juni tahun 2006 dengan editor Radhar Panca Dahana

Tentunya bagi Linda selepas menyandang gelar sarjana sastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), ia bekerja di sebuah majalah komunikasi bisnis dan periklanan. Tahun 1999, Linda pindah kerja ke tabloid ekonomi dan politik. Namun hanya bertahan selama satu tahun. Selanjutnya Linda memutuskan untuk bergabung dengan sebuah majalah kajian jurnalisme dan media. Di majalah Linda hanya bekerja sebagai redaktur selama tiga tahun (2000-2003).

Setelah majalah tersebut gulung tikar pada tahun 2003, ia menjadi penulis drama radio bertema transformasi konflik untuk Common Ground Indonesia (2003-2005). Pada Oktober 2005, ia mendirikan dan memimpin kantor berita di Banda Aceh untuk memantau rekonstruksi dan rehabilitasi pascatsunami proses perdamaian di Aceh. Ia tertarik dengan gaya penulisan jurnalisme naratif untuk mengemas hasil reportasenya di lapangan. Karya-karyanya berisi persoalan politik dan kemanusiaan yang terjadi di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara, yang terkait dengan politik global. Linda menerbitkan sejumlah buku, baik fiksi maupun non fiksi.

 Yosi Basuki mengangkat cerita prosesi pemotongan rambut gimbal dari perspektif berbeda. Ia menaruh perhatian pada keluarga dan tetua yang menjalankan ritual pemotongan rambut. Pembahasan tentang rambut gimbal sendiri sudah banyak banget, tapi selalu terfokus ke anak. Aku ingin memberikan sudut pandang lain yang menarik tentang ritual ini,” papar Yosi.

Dalam tulisan, ia juga menceritakan bagaimana lokasi larungan rambut gimbal dipindah ke Telaga Warna saat Dieng Culture Festival 2019 untuk kepentingan pariwisata. Padahal, dipercaya prosesi larungan seharusnya dilakukan di saluran air yang mengalir ke Samudra Hindia, mengacu pada tempat Nyi Roro Kidul, atau ke Telaga Balekambang tempat Kyai Kolodete dulu bersemayam.

Yosi berharap buku ini dapat menjadi bukti bahwa masyarakat lokal Dieng mampu menuliskan cerita dari sudut pandangnya sendiri. Harapan lainnya, semoga buku ini dapat dibaca lebih banyak orang. Secara pribadi, ia masih akan melanjutkan menulis tentang tumbuhan dan tanaman yang ada di Dieng.

“Meskipun terbilang singkat, kami semua sangat enjoy dengan proses penulisan. Bisa dibilang kami bela-belain waktunya untuk ini,” tegasnya. Setelah peluncuran buku pertama ini, Penerbit Tani Jiwo tidak akan akan berhenti. Nantinya akan dikumpulkan lebih banyak anak muda lokal untuk menulis tentang Dieng melalui Kelas Menulis Dieng.

Deasy Tirayoh, seorang penulis cerpen berdarah Minang uang mengakrabi berbagai cerita untuk direkam sebagai tabungan ingatan. Deasy Tirayoh telah menerbitkan buku antalogi tunggal “Kerang Memanggil Angin, Cerpen Titamangsa, Cerpen Tanda Seru di Tubuh. Serta buku anak “Hikayat Gunung Makongga”, Mari Menjaga Laut, Benteng Terluas di Dunia, dan buku cerita Kaghati Kolope.

Deasy Tirayoh pernah bekerja di Emerging Wrintewers di Makasar International Writers Festival 2015. Pada tahun 2016 Deasy Tirayoh bekerja sebagai Writers di ubud Bali dan Reader Festival 2016.
Prestasi Deasi Tirayoh

  • Tahun 2018 Deasy Tirayoh menjadi salah satu delegasi Inodesia dalam program Majelis Sastra Asia Tenggara
  • Tahun 2019 meraih juara dalam penulisan buku anak dan penulis program GLN oleh Badan Bahasa dan penulis terseleksi dalam penulisan buku serial pengenalan budaya
  • Tahun 2019 Deasy menerima Beasiswa Residensi dari Komite Buku Nasional

Deasy Tirayoh sekarang bermukin di Jakarta dan bekerja sebagai freelance di berbagai media. Dalam rutinitasnya, Deasy Tirayoh menjadi Direktur Eksekutif Organisasi Penulis Alinea serta aktif menulis untuk laman puan Indonesia

Sebagai penutup ibu Linda mengatakan bahwa dalam bentuk cerita lisan tentang kepahlawanan menunjukkan bahwa sejarah Bangka merupakan contoh seorang pejuang, dimana mata batin pejuang anti yang diberikan oleh ahmad Elvian menjadi sejarahwan yang kini sebagai mantan kepala sekolah di Bangka.

Penulis: Sumiyati Sapriasih – Jurnalis IWITA