Sedikit banyak kita mengingat seseorang dari asal sukunya: pria A orang Sunda, wanita B orang Padang, pria C orang Batak, wanita D orang Manado, dan sebagainya. Bagaimana cara kita tahu daerah asal seseorang (selain bertanya secara langsung) tentunya?
Rahman (2018) dalam penelitiannya yang membahas tentang karakteristik etnik Sunda mengatakan bahwa salah satu pertanyaan terbuka yang dia gunakan terhadap responden dari penelitian ini adalah “Sebutkan karakteristik yang menjadi ciri khas orang Sunda?”. Jawaban terbanyak dari para responden adalah orang Sunda memiliki karakteristik sopan santun, ramah, memiliki sifat solidaritas dan gotong royong, lembut dan penyayang, mudah bergaul, agamis, kreatif/rajin, serta toleran. Kira-kira, faktor apa sajakah yang memengaruhi karakteristik orang Sunda menurut responden? Salah satu penyebabnya adalah karena orang Sunda memegang teguh etnik kesundaan yang mereka miliki dan mengaplikasikan pengetahuan yang mereka ketahui tentang orang Sunda dalam kehidupan sehari-hari. Kedekatan emosional yang responden miliki terhadap etnik Sunda membuat mereka berusaha untuk selalu menjaga perilaku kesundaannya di manapun dan kapanpun.
Lalu, bagaimana dengan orang Batak?
Sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia, suku yang satu ini juga tak kalah menarik dengan suku-suku besar lainnya. Suku Batak memiliki sejarah panjang di Indonesia dan tidak bisa dilewatkan begitu saja. Suku Batak adalah suku yang berasal dari provinsi Sumatera Utara.
Rata-rata mata pencaharian dari Suku Batak adalah bersawah, berladang, beternak, berkebun, atau berdagang. Padi adalah hasil utama dari sektor pertanian mereka, sedangkan kopi adalah hasil utama dari sektor perkebunan. Selain padi, hasil andalan dari sektor pertanian mereka adalah ubi kayu (garinghau), ubi jalar (gadong), nangka (pinasa), andaliman, jagung, dan sebagainya. Orang Batak juga suka berternak seperti ternak babi, kerbau, sapi, ayam, bebek, dan ikan. Mengapa beternak? Karena memelihara binatang tidak hanya sekedar dipelihara saja, namun juga bisa membantu pekerjaan di sawah, ladang, kebun, dan juga mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan upacara adat—sesuatu yang sangat sakral untuk suku Batak.
Salah satu ciri khas yang cukup terkenal dari Batak adalah marga. Seseorang bisa dengan mudah dikenali sebagai orang Batak hanya dari nama marganya. Nama-nama marga ini berasal dari 5 marga Batak tertinggi yaitu marga Batak Simalungun, Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, dan Batak Pakpak. Marga bagi orang Batak bukan hanya sekedar marga. Marga tidak hanya berbicara sebagai kumpulan kelompok, namun juga berbicara tentang sistem sosial yang menunjang kehidupan sehari-hari orang Batak seperti aturan pernikahan, perkabungan, penguburan, dan sebagainya. Di dalam artikel ini, mari kita membahas sedikit tentang 5 sub suku Batak tersebut beserta ciri khasnya.
Batak Simalungun
Suku Simalungun adalah suku Batak yang terdapat di Kabupaten Simalungun. Suku Simalungun berada diantara dua kebudayaan yaitu suku Batak Toba dan Batak Karo, menyesuaikan dengan letaknya yang diapit oleh kedua wilayah tersebut. Salah satu contoh kemiripan budaya yang dimiliki adalah dari segi bahasa yang hampir mirip antara satu suku dengan suku lainnya. Suku ini memiliki garis keturunan patrilineal yaitu garis keturunan yang mengikuti pihak laki-laki.
Suku Batak Simalungun terkenal dengan adat istiadatnya, salah satunya adalah seni tari yang terkenal yaitu seni tari tortor. Tortor ini berkaitan dengan kehidupan spiritual dan sosial penduduknya. Selain tari, ada juga kesenian yang disebut gonrang/margonrang yaitu memainkan alat musik tradisional khas Batak. Beberapa kesenian lain yang juga terkenal adalah seni lukis, seni musik, dan seni teater. Orang Batak Simalungun sangat memuja kesenian, karena menurut mereka, kesenian adalah cara untuk menuangkan rasa keindahan dari jiwa seorang manusia. (Bastomi 1992 : 10).
Batak Toba
Batak Toba adalah salah satu sub suku Batak yang berasal dari Kabupaten Toba Samosir. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Simalungun di utara, Kabupaten Tapanuli Utara di Selatan, Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu di timur, dan Kabupaten Samosir serta Danau Toba di barat.
Orang Batak Toba menganut sistem garis keturunan bapak (patrilineal) yaitu keturunan (anak laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti marga dari orang tua laki-lakinya. Kelompok ini disebut sebagai kelompok dongan sabutuha (teman semarga). Ada sedikit perbedaan pada perempuan Batak Toba, ketika dia menikah, maka perempuan tersebut akan mendapatkan tambahan marga dari laki-laki yang menjadi suaminya. Selain untuk mengenal silsilah keluarga lebih dekat, fungsi marga bagi orang Batak adalah menentukan kedudukan seseorang di masyarakat. Orang Batak Toba juga memiliki sistem kekerabatan dalam keluarganya. Setiap kakak laki-laki satu ayah dengan berbagai posisi memiliki panggilannya masing-masing. Anak laki-laki sulung dipanggil dipanggil siahaan, anak laki-laki tengah dipanggil silitonga dan anak laki-laki bungsu dipanggil siampudan atau sianggian. Kakak yang lebih tua dipanggil dengan sebutan dahahang dan kakak memanggil adik dengan sebutan anggi.
Batak Karo
Sitepu (2019) dalam penelitiannya tentang Batak Karo, mengatakan bahwa Suku Batak Karo adalah suku yang berasal dari dataran tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Salah satu ciri khas Batak Karo yang terkenal adalah marganya. Mengapa marga sangat penting untuk Batak Karo? Marga menjadi jalan untuk memudahkan pengenalan terhadap sistem kekerabatan rakut sitelu. Rakut sitelu memudahkan orang Batak Karo dalam mengetahui garis keturunannya serta memudahkan mereka dalam melaksanakan acara adat istiadat. Orang Batak Karo dikenal sebagai orang yang sangat taat adat istiadat yang sudah diwariskan turun-temurun. Jika ada yang melanggar, maka orang tersebut dikenal dengan istilah laradat. Laradat adalah sebutan bagi orang yang tidak menghargai dan melanggar budaya Karo.
Adat istiadat karo memiliki beberapa tingkatan seperti mbesur-besuri (syukuran wanita hamil tujuh bulanan) dan mengket rumah (upacara memasuki rumah baru). Sebelum mengenal agama Islam dan Kristen, mereka memiliki sistem kepercayaan yang disebut dengan agama pemena. Seiring dengan berjalannya waktu, adat istiadat suku Karo mengalami perubahan dan penyesuaian akibat modernisasi. Perkembangan zaman membuat budaya lama semakin tergerus sehingga perlu dibuat berbagai penyesuaian agar tidak dianggap ketinggalan zaman.
Batak Mandailing
Suku Batak Mandailing bermukim di daerah Mandailing Natal, Sumatera Utara, dan tersebar juga sampai ke Sumatera Barat, tepatnya di perbatasan antara Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Suku Batak Mandailing menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem yang menarik garis keturunan dari laki-laki atau ayah. Tidak hanya mengatur garis keturunan saja, sistem ini juga mengatur pembagian harta waris yang dibagikan kepada pihak laki-laki dan dilakukan langsung oleh pihak laki-laki atau ayah.
Batak Mandailing juga memiliki ciri khas dalam sistem pernikahannya yaitu sistem pernikahan eksogami yaitu sistem ketika laki-laki mencari calon istrinya di luar kelompok marganya. Jika terjadi pernikahan, maka pernikahannya disebut sebagai pernikahan manjujur. Pernikahan ini mengharuskan istrinya untuk ikut tinggal bersama suaminya.
Pernikahan dalam adat Batak dikenal dengan sebutan pernikahan dalihan na tolu. Pernikahan ini bukanlah pernikahan biasa yaitu pernikahan yang menyatukan dua pihak yaitu pihak laki-laki dan perempuan saja, namun juga penyatuan dua pihak laki-laki dan perempuan sehingga pernikahan ini adalah pernikahan yang diakui oleh adat (Silalahi, 2016: 2). Pada Suku Batak Mandailing, pernikahan semarga adalah pernikahan yang tabu atau dilarang karena melanggar ketentuan adat yaitu dianggap memiliki ikatan darah atau saudara.
Batak Pakpak
Suku Batak Pakpak adalah suku yang mendiami wilayah di Kabupaten Pakpak, Sumatera Utara. Berutu dan Nurbani (2008 : 3) mengatakan bahwa berdasarkan wilayah marga dan dialek bahasa, Suku Pakpak diklarifikasikan menjadi lima bagian yaitu Pakpak Simsim, Pakpak Keppas, Pakpak Boang, Pakpak Kelasen, dan Pakpak Pegagan.
Suku Batak Pakpak adalah suku yang sangat menghormati adat istiadat dan budaya yang dimilikinya, termasuk masalah pernikahan dan nilai-nilai keagamaan. Salah satu adat pernikahan Suku Batak Pakpak adalah upacara adat merbayo. Upacara adat merbayo adalah upacara ketika kedua belah pihak memberi persetujuan penuh atas semua hak dan kewajiban yang akan dipenuhi selama pernikahan. Tahapan dari upacara merbayo adalah menerbeb puhun (meminta ijin menikah), mengirit (pengenalan masing-masing calon mempelai), mersiberen tanda burju (acara tukar cincin), dan menglolo (membicarakan mas kawin).
Setelah itu, pihak calon mempelai pria dan wanita juga memiliki acara terpisah untuk melakukan persiapan pernikahan. Acara persiapan dari pihak calon mempelai pria disebut dengan muat nakan peradupen. Setelah acara ini selesai, pihak calon mempelai wanita mengadakan tangis berru pangiren yang artinya pihak calon mempelai wanita menerima mas kawin dari pihak calon mempelai pria.
Bagaimana? Menarik bukan membahas kehidupan orang Batak? Suku Batak dengan segala adat istiadat yang berlaku merupakan bagian dari warisan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan karena Batak untuk Indonesia.
Penulis: Lenia Iryani